Kamis, 18 Januari 2018

5 Cara Berbakti Kepada Orang Tua dan Membahagiakan Hati Keduanya

Kedua orang tua ibarat malaikat yang telah Allah turunkan ke dunia untuk membersamai kita, tanpa pamrih dan penuh kasih sayang mereka mencintai kita. Mereka dengan penuh pengorbanan dan kerelaan ibu dan ayah berjuang untuk kebaikan anak-anaknya. Agar tetap hidup, tersenyum dan bahagia.
Sungguh pastinya mereka sangat ingin memiliki anak yang juga menyayangi mereka, berbakti dan berbuat baik untuk mereka. Sudah semestinya dan hak bagi mereka untuk kita cintai dan sayangi, serta kita lindungi.
Berbakti kepada kedua orang tua adalah suatu kewajiban bagi seorang manusia untuk mendapati ridha Allah SWT, sudah begitu jelas bahwa seseorang tidak akan bisa mendapatkan cinta Allah tanpa berbakti kepada kepada kedua orang tua.
Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah SWT memerintahkan kita semua untuk berbakti kepada orang tua kita.
Seperti tersurat dalam surat al-Isra ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Al-Isra : 23-24)
Berbakti kepada kedua orang tua adalah perbuatan yang mulia dan di cintai Allah, sudah semestinya kita senantiasa menjalankan perintah Allah yakni berbakti kepada kedua orang tua.
Untuk itu, inilah beberapa bentuk cara berbakti kepada kedua orang tua, sebagai bentuk ibadah kepada Allah, wujud rasa syukur kepadaNya dan juga untuk membahagiakan hati kedua orang yang begitu menyayangi kita.


Bagi kedua orang tua anak adalah teman terbaik dan obat rindu bagi mereka, oleh karenanya bergaulah dengan keduanya dengan cara yang baik.1. Senantiasa Menyenangkan Hati Kedua Orang Tua

Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi jika memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita.
Dalam nasihat perkawinan juga dikatakan agar suami senantiasa berbuat baik kepada istri, maka kepada kedua orang tua harus lebih dari kepada istri. Karena orang tua adalah yang melahirkan, mengasuh, mendidik dan banyak jasa lainnya kepada kita.
Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ‘ain) dengan meninggalkan orang tuanya dalam keadaan menangis, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Kembali dan buatlah keduanya tertawa seperti engkau telah membuat keduanya menangis” (Hadits Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i)
Dalam riwayat lain dikatakan :
“Berbaktilah kepada kedua orang tuamu” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)

2. Berkata dengan Perkataan yang Lemah Lembut

Dalam berucap dan berkomunikasi dengan kedua orang tua adalah dengan perkataan yang lemah lembut, yang santun dan menyejukkan hati mereka.
Ucapan yang paling santun, penuh hormat dan terbaik hanyalah untuk kedua orang tua, dan hendaknya dibedakan cara berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain.
Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh samapai menyeakiti hati mereka berdua, bahkan mengucap kata ‘ah’ pun tidak boleh.
Sungguh suatu dosa besar jika sampai kata-kata sang anak menyakiti hati kedua orang tua, perkataan yang sifatnya mencemooh, mencaci atau melaknat keduanya merupakan dosa besar dan termasuk bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Jika hal ini sampai terjadi, sungguh Allah sangat membenci hal tersebut, na ‘udzubillah.
Kita tidak boleh sampai berkata kasar kepada orang tua kita, meskipun keduanya berbuat jahat kepada kita. Atau ada hak kita yang ditahan oleh orang tua atau orang tua memukul kita atau keduanya belum memenuhi apa yang kita minta (misalnya biaya sekolah) walaupun mereka memiliki, kita tetap tidak boleh durhaka kepada keduanya.

3. Merendahkan Diri di Hadapan Mereka

Di hadapan kedua orang tua, seorang anak haruslah senantiasa merendahkan diri (tawadlu) dan tidak boleh sombong (kibir) meskipun seorang anak sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia.
Ingatlah sewaktu kita baru terlahir ked dunia kita berada dalam keadaan lemah dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong, mencintai kita dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya.
Seandainya kita diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang kita anggap ringan dan sesuatu yang mungkin merendahkan karena tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan kita hal itu bukan sesuatu yang haram, wajib bagi kita untuk tetap taat dan patuh kepada keduanya.
Lakukan dengan senang hati dan penuh semangat karena hal tersebut tidak akan menurunkan derajat kita, bahkan hal tersebut adalah sebuah kebaikan besar karena yang menyuruh adalah orang tua kita sendiri.
Sungguh pahala yang besar jika kita berbakti dan selalu menyenangkan hati keduanya. Suatu karunia yang indah jika seseorang masih mendapat kesempatan untuk berbuat baik kepada keduanya selagi mereka masih hidup.

4. Memberikan Shadaqah Kepada Kedua Orang Tua

Memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua adalah sedekah yang paling utama dan diutamakan, semua harta kita adalah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui” (Q.S Al Baqarah : 215 )
Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkan yang pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas.
Jika untuk kedua orang tua sudah terpenuhi, kemudian bersedekah kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Berbuat baik yang pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
أُمُّكَ، ثُمَّ أُمُّكَ، ثُمَّ أُمُّكَ، ثُمَّ أَبَاكّ، ثُمَّ الأَقْرَبِ فَاْلأَقْرَبِ
“Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat”
(Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu’awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata Tirmidzi, “Hadits Hasan”)
Sebagian orang yang telah menikah tidak memberikan nafkah lagi dari hartanya kepada orang tuanya karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan.
Dalam keluarga yang mempunyai hak untuk mengatur harta ialah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Harus dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah bakti kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan kewajiban yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan Rasul-Nya ialah bakti kepada suaminya.
Ketaatan istri kepada suami akan membawanya ke surga. Namun demikian, suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik sebagai bentuk bakti istri kepada kedua orang tuanya.

5. Mendoakan Kedua Orang Tua

Mendo’akan orang tua. Sebagaimana dalam ayat,
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro”
yang artinya: Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil. (Al-Isra : 24)
Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih melakukan bid’ah yang sangat bertentangan dengan syariat bahkan berbuat syirik.
Sebagai seorang anak tetap diharuskan untuk senantiasa bersikap lemah dan lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada keduanya dengan ucapanan yang tetap santun, lemah lembut dan senantiasa doakan kebaikan untuk keduanya.
Berdoalah di malam hari, ketika sedang puasa, di hari Jum’at dan di waktu-waktu dan di tempat-tempat dikabulkannya do’a agar di bukakannya pintu rahmat dan hidayah untuk mereka kembali ke jalan yang haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila kedua orang tua telah meninggal maka :

Yang pertama : Kita lakukan ialah meminta ampun kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah berbuat durhaka kepada kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup. Memohon ampunan kepada Allah atas segalah kesalahan dan dosa-dosa kita yang pernah menyakiti dan durhaka kepada kedua orang tua kita
Yang kedua : Ialah mendo’akan kedua orang tua kita.
Dalam sebuah hadits dla’if (lemah) yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku sesudah wafat keduanya ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, kamu shalat atas keduanya, kamu istighfar kepada keduanya, kamu memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kepada orang yang pernah dia pernah silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya”
(Hadits ini dilemahkan oleh beberapa imam ahli hadits karena di dalam sanadnya ada seorang rawi yang lemah dan Syaikh Albani Rahimahullah melemahkan hadits ini dalam kitabnya Misykatul Mashabiih dan juga dalam Tahqiq Riyadush Shalihin (Bahajtun Nazhirin Syarah Riyadush Shalihin Juz I hal.413 hadits No. 343))
Sedangkan menurut hadits-hadits yang shahih tentang amal-amal yang bisa seorang anak perbuat untuk kedua orang tua yang sudah meninggal, ialah :
1. Mendoakannya
2. Menshalatkan ketika orang tua meninggal
3. Selalu memintakan ampun untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya
5. Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya. [Diringkas dari beberapa hadits yang shahih]
Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ اَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّيَ
“Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali silaturrahmi kepada teman-teman bapaknya sesudah bapaknya meninggal”
(Hadits Riwayat Muslim No. 12, 13, 2552)
Dalam riwayat yang lain, Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma menemui seorang badui di perjalanan menuju Mekah, mereka orang-orang yang sederhana.
Kemudian Abdullah bin Umar mengucapkan salam kepada orang tersebut dan menaikkannya ke atas keledai, kemudian sorbannya diberikan kepada orang badui tersebut, kemudian Abdullah bin Umar berkata, “Semoga Allah membereskan urusanmu”.
Kemudian Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhumua berkata, “Sesungguhnya bapaknya orang ini adalah sahabat karib dengan Umar”, sedangkan aku mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ اَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ
“Sesungguhnya termasuk kebaikan seseorang adalah menyambung tali silaturrahmi kepada teman-teman ayahnya”
(Hadits Riwayat Muslim 2552)
Berkaitan dengan masalah shalat dan puasa yang ditinggalkan oleh orang tua, maka menurut syari’at tidak dibenarkan mengqadha shalat atau puasa kecuali puasa nadzar. (Tamamul Minnah Takhrij Fiqih Sunnah hal. 427-428, cet. III Darul Rayah 1409H, lihat Ahkamul Janaiz oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal 213-216, cet. Darul Ma’arif 1424H)
Sumber: https://almanhaj.or.id/

Selasa, 25 November 2014

Sifat Buruk Manusia dalam Al-Qur'an

           Ada 7 sifat yang suka ada di dalam diri (hati) manusia, yang seharusnya jauh dari diri kita agar kita selalu dekat dengan Allah SWT, dan terutama penulis jabarkan khusus penyakit hati SOMBONG, karena sifat ini yang paling sering ada di antara diri kita maka penulis kutip dengan sumber lebih banyak, yaitu:
  1. Iri Hati – Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rezeki dan nikmat yang diperolehi oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran Islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.
  2. Dengki - Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya kerana tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini.
  3. Hasut – Hasut adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar marah orang tersebut meluap dengan tujuan dapat memecah-belahkan persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antara sesama.
  4. Fitnah – Fitnah lebih kejam dari pembunuhan dan ia suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merosak, menipu, atau membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan, sehingga dapat berkembang menjadi tindakan jenayah pada orang lain tanpa bukti yang kuat.
  5. Buruk Sangka – Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.
  6. Khianat - Khianat adalah sikap tidak bertanggung jawab atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercayai lagi di kemudian hari.
  7. Sombong - Kesombongan (takabbur) atau dikenal dalam bahasa syariat dengan sebutan al-kibr yaitu melihat diri sendiri lebih besar dari yang lain.
- Tidak Sepantasnya Seorang Manusia Menyombongkan Diri
Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” [H.R. Muslim, no. 2749, dari 'Abdullah bin Mas'ûd]
Inilah yang membedakan takabbur dari sifat ‘ujub (membanggakan diri, silau dengan diri sendiri). Sifat ‘ujub, hanya membanggakan diri tanpa meremehkan orang. Sedangkan takabbur, disamping membanggakan diri juga meremehkan orang.
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa” (al-Isra’ 83)

Sumber : https://id-id.facebook.com/JalanMenujuSyurga/posts/376970752407527

Kamis, 28 November 2013

Pendidikan dalam Keluarga

Pendidikan dalam Keluarga adalah tanggungjawab orang tua, dengan peran Ibu lebih banyak. Karena Ayah biasanya pergi bekerja dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu dan anak lebih menonjol. Meskipun peran Ayah juga amat penting, terutama sebagai tauladan dan pemberi pedoman. Kalau anak sudah mendekat dewasa peran Ayah sebagai penasehat juga penting, karena dapat memberikan aspek berbeda dari yang diberikan Ibu. Oleh karena hubungan Ayah dan anak terbatas waktunya, terutama di hari kerja, maka Ayah harus mengusahakan agar pada hari libur memberikan waktu lebih banyak untuk bersama dengan anak.